TATA CARA PERNIKAHAN ADAT SUNDA

I . Upacara Adat Sunda Pra Pernikahan
 
1. Neundeun Omong 
Dalam pelaksanaan neundeun omong, kebiasaan yang berlaku adalah sebagai berikut :
Pihak orang tua calon pengantin laki-laki bertamu kepada calon besan (calon pengantin perempuan) dengan maksud dan tujuan untuk menanyakan bahwa anak perempuan mereka sudah mempunyai jodoh atau belum. Pertemuan dan perbincangan ini dalam suasana santai penuh canda tawa, sambil sesekali diselingi pertanyaan yang bersifat “menyelidiki” status anak perempuannya apakah sudah ada yang melamar atau atau masih belum punya calon pasangan. Demikian pula pihak orangtua perempuan pun dalam menjawab pertanyaan tamunya dilakukan dengan penuh canda, tawa, banyolan dan siloka. Hal ini dilakukan untuk mencairkan suasana dan membuat kedua keluarga bertambah akrab.
Di beberapa daerah di wilayah Pasundan kandang-kadang ada yang menggunakan cara dengan saling mengirimi barang tertentu. Sebagai contoh, orangtua pihak laki-laki mengirim rokok cerutu kepada orangtua pihak perempuan. Apabila pihak perempuan mengerti dengan maksud serta isyarat tersebut dan menyetujuinya, maka mereka akan segera membalasnya dengan mengirimkan “benih labu siem (binih waluh siem)”. Dengan demikian, maka pihak perempuannya  itu sudah diteundeunan omong.
Sebagai catatan, pada jaman dahulu kadang-kadang anak-anak mereka tidak tahu jika mereka akan menikah walapun kedua orangtua itu sudah saling sepakat untuk menikahkan anak-anak mereka.

2. Narosan (Ngalamar / Nyeureuhan)
Saat pihak laki-laki bertamu untuk yang kedua-kalinya, hal ini desebut Narosan (Ngalamar / Nyeureuhan). Nama ini diambil dari nama barang yang dibawa pada jaman dahulu, yaitu lemareun yang berupa sirih, gambir dan apu
Barang-barang yang dibawa dalam pelaksanaan acara (upacara) ngalamar ini tidak lepas dari arti dan makna seperti :

  1. Sirih, bentuknya segitiga meruncing ke bawah kalau dimakan rasanya pedas. Gambir  rasanya pahit dan kesat. Apu rasanya pahit. Tapi kalau sudah menyatu rasanya jadi enak dan dapat menyehatkan tubuh dan mencegah bau mulut.
  2. Cincin meneng, yaitu cincin tanpa sambungan, mengandung makna bahwa rasa kasih dan sayang yang tidak ada putusnya.
  3. Pakian perempuan, mengandung makna  sebagai tanda mulainya tanggung jawab dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
  4. Beubeur tameuh (ikat pinggang yang biasa dipakai kaum perempuan setelah melahirkan), mengandung makna sebagai tanda adanya ikatan lahir dan batin antara kedua belah pihak.
  5. Uang yang jumlahnya 1/10 dari jumlah yang akan dibawa pada waktu seserahan. Pemberian sejumlah uang dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan ini menandakan bahwa pihak laki-laki ikut andil soal pendanaan pada saat acara pernikahan kelak.
3. Nyandakeun atau Seserahan            
Setelah melamar, dan dinyatakan diterima, pihak laki-laki bertamu untuk yang ke-tiga kalinya. Upacara ini adalah upacara Seserahan atau lazim disebut Nyandakeun, yaitu menyerahkan calon pangantin laki-laki kepada pihak calon pengantin perempuan, sekalian menyerahkan keperluan-keperluan untuk acara resepsi pernikahan. Adapun jumlah uang yang diberikan pada saat itu biasanya jumlahnya 10 kali jumlah pada waktu melamar. Di jaman sekarang, biasanya pemasrahan calon pengantin laki-laki dilaksanakan pada saat sebelum akad nikah dilaksanakan. Atau pada acara seren tampi.

4. Ngecagkeun  Aisan
Upacara ini dilaksanakan oleh pihak calon pengantin perempuan di kediamannya sehari sebelum upacara pernikahan. Makna dari upacara Necagkeun Aisan ini adalah sebagai arti lepasnya tanggung jawab orangtua dalam menafkahi dan membimbing calon pengantin.
Properti yang digunakan pada upcara Necagkeun Aisan diantaranya yaitu :
-         Palika atau pelita atau menggunakan lilin yang berjumlah tujuh buah. Hal ini mengandung makna yaitu jumlah hari dalam seminggu.
-         Kain putih, yang mengandung makna niat suci.
-         Bunga tujuh rupa (kembang setaman), mengandung makna bahwa perilaku kita, selama tujuh hari dalam seminggu harus “wangi” yang artinya baik.
-         Bunga hanjuang, mengandung makna bahawa kedua calon pengantin akan memasuki alam baru yaitu alam berumah tangga.
Langkah-langkah pelaksanaan upacara Necagkeun Aisan adalah sebagai berikut :

  1. Orang tua calon pengantin perempuan keluar dari kamar dengan membawa lilin/ palika yang sudah menyala.
  2. Diikuti oleh calon pengantin perempuan yang secara simbolis digendong oleh ibunya. Hal ini dilakukan dengan cara dililit (diais) oleh ibunya. 
  3. Setelah sampai di tengah rumah kemudian kedua orang tua calon pengantin perempuan duduk di kursi yang telah dipersiapkan.
  4. Upacara ini diiring oleh alunan kecapi dan suling dengan lagu ayun ambing untuk membuat suasana menjadi khidmat.

5. Ngaras

Ngaras artinya membasuh kedua telapak kaki. Calon pengantin perempuan membasuh telapak kaki ayah dan ibunya sebagai tanda baktinya kepada orangtua yang membesarkannya dan memohon ijin untuk menikah. Pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun aisan.
Tata cara pelaksanaanya sebagai berikut :

  • Calon pengantin perempuan bersujud lalu membasuh telapak kaki ayah dan ibunya, kemudian sungkem dipangkuan kedua orangtuanya  sambil berkata :
“Ema, Bapa , disuhunkeun wening galihna, jembar manah ti salira.
Kersa ngahapunten kana sugrining kalelepatan sim abdi.
Rehing dina dinten enjing pisan sim abdi seja nohonan sunah rosul.
Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar pangdu’a ti salira“

  • Orang tua calon perempuan menjawab sambil mengelus kepala anaknya :
“Anaking, Titipan Gusti Yang Widi!
Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu bagja ti Ema sareng ti Bapa mah, pidu’a sareng pangampura, dadas keur hidep sorangan, geulis!”

  • Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin perempuan membawa anaknya ke    tempat siraman melewati tujuh helai kain yang telah dipersiapkan untuk melaksanakan upacara siraman.
6. Siraman
Makna Upacara Siraman adalah memandikan calon pengantin perempuan dengan air yang telah dicampur dengan air bunga tujuh rupa (kembang setaman). Maksud dari upacara siraman adalah sebagai arti bahwa untuk menuju sebuah mahligai rumah tangga yang suci harus pula diawali dengan tubuh serta niat yang suci pula.
Tata cara upacara siraman :

  1. Membaca doa
  2. Sesudah membacakan do’a, orang tua laki-laki dari calon pengantin perempuan langsung menyiramkan air dimulai dari atas kepala hingga ujung kakinya. Setelah itu diteruskan oleh ibunya dengan pelaksanaan sama seprti tadi. Dan setelah itu dilanjutkan oleh para kerabat dengan jumlah harus “ganjil” (7, 9 atau 11) orang dan harus “sudah menikah”. Sedikit berbeda dengan adat Jawa, syarat sebagai “penyiram” calon pengantin dalam adat Jawa haruslah yang “sudah mantu”
  3. Pada siraman terakhir biasanya dilakukan dengan melafalkan jangjawokan (mantra-mantara) seperti berikut ini :
                         cai suci cai hurip
                         cai rahmat cai nikmat
                         hayu diri uarang mandi
                         nya mandi jeung para Nabi
                         nya siram jeung para malaikat
                         kokosok badan rohani
                        cur mancur cahayaning Allah
                        cur mancur cahayaning ingsun
                        cai suci badan suka
                        mulih badan sampurna
                        sampurna ku paraniama
 
7. Ngerik
Setelah melaksanakan upacara siraman rangkaian upacara selanjutnya yaitu, ngerik atau ngeningan. Yaitu mengerik bulu-bulu yang berada di sekitar wajah supaya hasil riasannya baik.
Mantera ketika melaksanakan upacara ngerik :
“Peso putih ninggang kana kulit putih
Cep tiis taya rasana
Mangka mumpung mangka melung
Maka eunteup maka sieup
Mangka meleng ka awakii”     

8. Ngeuyeuk Seureuh 
Kata ngeuyeuk berasal dari kata “ngaheuyeuk” yang berarti mengurus atau mengolah. Yaitu, mengurus lembaran-lembaran daun sirih disusun kedua lembar perut daun sirih (beuteung seureuh) disatukan selanjutnya diikat menggunakan tali dari benang (kanteh). Acara nyeuyeuk seureuh biasanya dihadiri oleh kedua calon pengantin beserta dengan keluarganya, yang dilaksanakan pada malam hari sebelum acara akad nikah di kediaman calon pengantin perempuan. Perlengkapan upacara ngeuyeuk suereuh ditaruh diatas selembar tikar pandan, kemudian ditutup memakai kain putih (kain mori). Pemandu acara kemudian memanggil orang-orang yang akan melaksanakan (membantu) upacara ngeuyeuk seureuh yang berjumlah tujuh orang. Kenapa tujuh? Karena angka tujuh dianggap keramat (sebagaimana dalam islam, angka tujuh mewakili 7 ayat dalam Surat Al-Fatihah).

Yang menyaksikan upacara ngeuyeuk seureuh umumnya kaum perempuan. Untuk membedakan antara pelaksana upacara dengan penonton biasanya menggunakan “benang putih”. Anak gadis atau jejaka dilarang menyaksikan upacara ini, karena dipercaya akan “sulit mendapatkan jodoh”.
Tata cara melaksanakan upacara ngeuyeuk seureuh :

  1. Pangeuyeuk” (tetua yang dipercaya atau pemandu acara) memberikan tujuh helai benang kanteh sepanjang dua jengkal kepada kedua calon pengantin untuk dipegang oleh masing masing pada tiap ujungnya, sambil duduk menghadap orangtua untuk meminta doa restu.
  2. Setelah itu pangeuyeuk membawakan kidung berupa doa–doa kepada Tuhan YME sambil menaburkan beras kepada kedua calon pengantin, dengan maksud agar keduanya kelak hidup sejahtera.
  3. Kemudian kedua calon pengantin “dikeprak” (dipukul pelan pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat bahwa hidup berumah tangga kelak harus dapat memupuk kasih sayang antara keduanya.
  4. Selanjutnya membuka kain putih penutup “pangeyeukan“ yang berarti bahwa rumah tangga yang kelak akan dibina itu masih putih bersih dan hendaknya jangan sampai ternoda.
  5. Kedua calon pengantin mengangkat dua perangkat busana diatas sarung “polekat“ dan dibawa ke kamar pengantin untuk disimpan.
  6. Membelah mayang dan jambe (pinang), calon pengantin laki-laki membelah kembang mayang dengan hati-hati agar tidak rusak atau patah, melambangkan bahwa suami harus memperlakukan istrinya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
  7. Selanjutnya kedua pengantin dipersilahkan menumbuk “halu“ (alu) di dalam “lumpang“dengan cara keduanya duduk berhadapan, yang laki-laki memegang alu dan perempuan memegang lumpang.
  8. Membuat “lungkun” (gulungan daun sirih bertangkai yang telah dibubuhi apu dan gambir), dua lembar berhadapan digulung menjadi satu dengan bentuk memanjang, lalu diikat dengan benang kanteh . Hal ini dilakukan oleh kedua calon pengantin, orangtua serta para tamu yang hadir disitu melambangkan kerukunan. Kemudian sisa sirih dan tujuh buah tempat sirih yang telah diisi lengkap berikut padi, labu dan kelapa dibagikan kepada orang orang yang hadir disitu. Hal ini melambangkan bila di kemudian hari keduanya mendapat rejeki berlebih, hendaknya selalu ingat untuk berbagi dengan keluarga atau handai taulan yang kurang mampu.
  9. Dipimpin oleh pangeuyeuk dengan aba-aba, kedua pengantin berebut mencari uang, beras, kunyit dan permen yang di tebar di bawah tikar. Artinya suami dan istri harus bersama sama dalam mencari rejeki dalam rumah tangga.
  10. Kedua calon pengantin membuang bekas pangeuyeuk seureuh, biasanya dilakukan di simpang empat terdekat dari kediaman calon pengantin perempuan. Tradisi ini mengandung makna bahwa dalam memulai kehidupan yang baru, hendaknya membuang semua keburukan masa lalu dan menghindari kesalahan di masa datang.

II. Upacara Adat Sunda Akad Pernikahan


Pada hari yang telah ditetepkan dan disepakati oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan keluarga calon pengantin laki-laki datang ke kediaman calon pengantin perempuan. Selain membawa mas kawin, biasanya juga membawa barang-barang seperti peralatan dapur, perabotan kamar tidur, kayu bakar, gentong atau gerabah untuk menyimpan beras.
Bagi calon pengantin yang beragama Islam, susunan acara upacara akad nikah, biasanya seperti berikut ini :
1. Pembukaan
  • Penjemputan calon pengantin laki-laki oleh pihak calon pengantin perempuan. Upacara ini disebut mapag (menjemput)
  • Mengalungkan untaian bunga melati
  • Gunting pita
2. Penyerahan calon pengantin laki-laki     
  •  Yang mewakili pemasrahan calon penganti laki-laki biasanya diwakilkan kepada orang yang dituakan (ahli berpidato)
  • Yang menerima dari perwakilan calon pengantin perempuan juga biasanya diwakilkan.
3. Akad Nikah / Ijab Qobul Kedua pengantin diserahkan kepada petugas dari Kantor Urusan Agama (KUA). Acara dipimpin oleh petugas KUA.
4. Menyerahkan mas kawin (mahar).
Pengantin laki-laki menyerahkan mahar kepada pengantin perempuan. Kemudian pengantin perempuan mencium tangan pasangannya.
5. Sungkeman Kedua pengantin melakukan sungkeman meminta do’a dan restu dari kedua orangtua dan sesepuh dalam keluarga mereka.

III. Upacara Adat Sunda Setelah Akad Pernikahan


Setelah melaksanakan akad nikah kedua pengantin masih harus melakukan serangkaian upacara adat yang disebut bantayan. Orang yang memimpin upacara ini harus orang yang mempunyai watak humor. Adapun acara adat yang dilakukan pada upacara bantayan adalah sebagai berikut :

1. Sawer
Sawer merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua pengantin yang dilaksanakan setelah acara akad nikah. Kata sawer berasal dari kata panyaweran yang dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Kata sawer ini diambil dari tempat berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu di teras rumah tempat jatuhnya air dari genting.

Bahan-bahan yang diperlukan dan digunakan  dalam  upacara sawer ini mempunyai arti dan maksud yang hendak disampaikan kepada pengantin baru, seperti :
-         Beras, yang mengandung arti kemakmuran. Makna di dalamnya adalah semoga setelah berumah tangga, pengantin bisa hidup makmur.
-         Uang recehan, yang juga mengandung arti kemakmuran. Makna di dalamnya adalah apabila mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan kita harus ikhlas berbagi dengan fakir, miskin dan yatim.
-         Kembang gula, dapat diartikan semoga dalam berumah tangga mendapatkan manisnya kehidupan berkeluarga.
-         Kunyit, diartikan sebagai kejayaan. Makna di dalamnya adalah semoga dalam hidup berumah tangga bisa meraih kejayaan.

Semua bahan dan kelengkapan itu dimasukkan dalam satu bokor. Kemudian dilemparkan oleh orangtua pengantin (biasanya oleh ibu masing-masing pengantin) kearah pengantin yang duduk berdampingan dan menghadap arah rumah kediaman pengantin perempuan dengan diiringi kidung sawer. Hadirin yang mengikuti upacara sawer ini boleh berebut untuk mendapatkan uang receh dan kembang gula. Hal ini melambangkan pengantin beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan kepada sesama.

Pada jaman sekarang, tetua yang memimpin upacara sawer ini ada yang memodifikasinya dengan mengganti kunyit dan beras dengan kupon yang dapat ditukarkan dengan hadiah berbagai macam seperti handuk, kain, sarung dan berbagai peralatan rumah tangga. Hal ini dilakukan semata untuk menambah kemeriahan upacara.
Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat sawer adalah sebagai berikut :
 
KIDUNG SAWER
Pangapunten kasadaya
Kanu sami araya
Rehna bade nyawer heula
Ngedalkeun eusi werdaya
Dangukeun ieu piwulang
Tawis nu mikamelang
Teu pisan dek kumalancang
Megatan ngahalang-halang
Bisina tacan kaharti
Tengetkeun masing rastiti
Ucap lampah ati-ati
Kudu silih beuli a
Lampah ulah pasalia
Singalap hayang waluya
Upama pakiya-kiya
Ahirna matak pasea

2. Meuleum Harupat (membakar lidi )
Meuleum Harupat diawali dengan kedua pengantin saling berhadapan. Pengantin laki-laki memegang batang harupat (lidi) yang menyala karena terbakar api, sementara pengantin perempuan memegang kendi berisi air. Harupat yang sudah menyala kemudian dimasukan ke dalam kendi yang dipegang oleh pengantin perempuan, lalu diangkat kembali setelah nyala apinya padam dan dipatahkan menjadi dua bagian, kemudian di buang jauh-jauh ke belakang tanpa harus menoleh.
Upacara ini memberikan nasihat kepada kedua pengantin untuk senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri yang memegang kendi berisi air adalah untuk mendinginkan setiap persoalan yang membuat pikiran dan suasana hati suami tidak nyaman.

3. Nincak Endog (menginjak telur)
Pengantin laki-laki menginjak telur di baik papan dan elekan (batang bambu muda), kemudian pengantin perempuan mencuci kaki pengantin laki-laki dengan air di kendi, mengelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua. Upacara ini melambangkan pengabdian istri kepada suami dimulai dari hari itu.

4. Buka Pintu
Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan..Dialog pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki seperti berikut ini :

KENTAR BAYUBUD

Istri :
Saha eta anu kumawani
Taya tata taya bemakrama
Ketrak- ketrok kana panto
Suami :
Geuning bet jadi kitu
Api-api kawas nu pangling
Apan ieu teh engkang
Hayang geura tepung
Tambah teu kuat ku era
Da diluar seueur tamu nu ningali
Istri :
Euleuh karah panutan

5. Huap lingkung
Setelah buka pintu dilaksanakan kedua pengantin dipertemukan, dan dibawa ke kamar pengantin untuk melaksanakan upacara huap lingkung.Perlengkapan yang harus disediakan seperti : sepasang merpati, bekakak ayam,nasi kuning, dll.

6. Ngaleupaskeun Japati (melepas merpati)
Ibunda kedua pengantin berjalan menuju halaman rumah, masing-masing membawa burung merpati yang kemudian dilepaskan di halaman.
Upacara ini melambangkan bahwa peran orangtua sudah berakhir hari itu karena kedua anak mereka dianggap telah mandiri dan siap mengarungi bahtera rumah tangga.

7. Huap Lingkung
Sebelum upacara ini dimulai, telah disediakan tujuh bulatan nasi punar (nasi ketan kuning) di atas piring. Piring berisi bulatan nasi punar itu ditaruh di atas meja setinggi lutut (meja tamu) beserta cangkir berisi air putih untuk minum, sementara kedua pengantin duduk bersanding di hadapannya.

  • Pasangan pengantin disuapi oleh kedua orangtua masing-masing pengantin. Dimulai oleh kedua ibunda yang dilanjutkan oleh kedua ayahanda.
  • Kedua pengantin saling menyuapi melalui bahu masing-masing dengan cara melingkarkan satu tangan ke bahu pasangannya (merangkul). Satu bulatan (nasi punar) terakhir diperebutkan keduanya dan dibelah dua, lalu disuapkan kepada pasangan.
Upacara ini melambangkan suapan terakhir dari orangtua karena setelah ini anak mereka telah berkeluarga dan harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka. Di samping itu, juga melambangkan bahwa kasih sayang kedua orangtua terhadap anak dan menantu sama besarnya.

8. Pabetot Bakakak
Setelah huap lingkung dilaksanakan, keduanya duduk berhadapan sambil tangan kanan mereka memegang kedua paha ayam bakakak di atas meja, kemudian pemandu acara memberi aba–aba , kedua mempelai serentak menarik bakakak ayam tersebut hinggak terbelah. Yang mendapat bagian terbesar, harus membagi dengan pasangannya dengan cara digigit bersama.
Melambangkan bahwa berapapun rejeki yang didapat, harus dibagi berdua dan dinikmati bersama.


* Disarikan dari beberapa sumber